Minggu, 30 November 2014

Makin Banyak Pilihan, Makin Baik



Asumsi yang menggambarkan opini orang Amerika tentang pilihan bunyinya kurang lebih seperti ini. Makin banyak pilihan, makin besar peluang orang menemukan pilihan terbaik. Jadi Walmart pamerkan 100.000 macam produkmu, silakan Amazon dengan 27 juta bukunya dan Match.com yang -- berapa sekarang ? -- 15 juta calon kencan. Tidak mungkin tidak ada yang tidak cocok.

Bagi orang Amerika modern yang punya lebih banyak pilihan dan iklan tentang pilihan dibanding orang lain di dunia ini, pilihan jadi cerminan kualitas diri selain kualitas produk itu sendiri. Ditambah asumsi bahwa makin banyak pilihan makin baik, lahirlah orang-orang yang sangat peduli pada perbedaan sekecil sekalipun. Alhasil, setiap macam pilihan jadi penting. Tapi buat orang-orang Eropa Timur, ketersediaan yang sekonyong-konyong dari begitu banyak pilihan produk di pasar, adalah berlebihan. Mereka dibanjiri pilihan sebelum sempat belajar berenang. Mereka tidak sempat belajar bagaimana menghadapi semuanya.

Memang kenyataannya pilihan sering muncul di antara hal-hal yang tidak jauh berbeda. Penting tidaknya pilihan tergantung kemampuan kita memaknai perbedaan di antara berbagai pilihan itu. Orang Amerika berlatih seumur hidup memainkan "cari perbedaannya." Mereka sudah terbiasa dengan ini sejak kecil sehingga mereka meyakini bahwa semua orang punya kemampuan ini. Sebetulnya, meski semua orang punya kebutuhan mendasar akan pilihan, bentuk pilihan dan makna pilihan tidak sama bagi semua orang. Ketika orang tidak mampu membedakan pilihan yang satu dengan pilihan yang lain, atau ketika terlalu banyak pilihan untuk dibedakan, proses pemilihan bisa jadi membingungkan dan menyebalkan. Bukannya jadi bisa memilih dengan baik, kita malah kewalahan dengan pilihan yang ada, kadang malah jadi takut akan adanya pilihan. Pilihan tidak lagi memberikan kesempatan, tapi malah mengekang. Pilihan bukan lagi lambang kebebasan, tapi lambang keterikatan dalam tetek bengek tanpa arti. Dengan kata lain, pilihan bisa memberikan dampak sebaliknya dari apa yang dimaksudkan oleh masyarakat Amerika ketika dijejalkan pada mereka yang belum siap menghadapinya. Tapi ini tidak hanya bagi orang lain di tempat lain perasaan tertekan yang muncul ketika dihadapkan pada begitu banyak pilihan. Orang Amerika sendiri mulai menyadari bahwa pilihan yang tanpa batas lebih indah dalam teori dari pada praktiknya.

Kita semua punya keterbatasan fisik mental, dan emosional. yang tidak memungkinkan kita memproses tiap pilihan yang ditemui, bahkan di toko kelontong sekalipun, apalagi dalam perjalanan hidup. Beberapa penelitian menunjukkan ketika kita berikan 10 atau lebih pilihan pada seseorang ketika memilih, mereka sering salah pilih baik dalam hal kesehatan, investasi maupun bidang penting lainnya. Tapi tetap saja, banyak dari kita masih percaya bahwa kita harus memilih untuk diri sendiri dan menuntut lebih banyak lagi pilihan.

Sumber: TED.com , Sheena Iyengar: The art of choosing

Sabtu, 29 November 2014

Pilihan



Dari sudut pandang orang Amerika, ketika pelanggan meminta sesuatu yang masuk akal berdasarkan seleranya, dia berhak mendapatkan apa yang diinginkannya. Cara Amerika, mengutip Burger King. "Terserah Anda saja." karena, mengutip Starbucks, "kebahagiaan itu pilihan Anda." Tapi dari sudut pandang orang Jepang, adalah kewajiban mereka untuk meluruskan selera yang jelek -- dalam hal ini, melindungi gaijin udik ini -- dari pilihan yang salah. Kalau mau jujur : apa yang diminta memang di luar kebiasaan budaya pada umumnya, dan mereka mati-matian menyelamatkan muka kita.

Orang Amerika cenderung meyakini bahwa mereka telah mencapai puncak tertinggi dalam mengamalkan pilihan. Mereka pikir konsep pilihan dari kacamata Amerika ini adalah yang paling cocok menjawab kebutuhan yang wajar dan universal bagi semua orang. Sayangnya, keyakinan ini didasarkan pada sejumlah asumsi yang tidak selalu benar di banyak negara, di banyak budaya. Kadang-kadang keyakinan ini juga salah bahkan bagi orang Amerika sendiri.

Alih-alih mengganti satu cerita dengan yang lain, kita bisa belajar dari dan bermain dengan semua versi yang ada dan yang belum ditulis sekalipun. Tidak peduli dari mana kita berasal dan apa jalan cerita kita, semuanya punya tanggung jawab untuk membuka diri dan menerima berbagai akibat yang timbul dari pilihan dan apa maknanya. Ini tidak akan jadi relativisme moral yang mandul. Tapi, akan mengajarkan kita kapan dan bagaimana bertindak. Yang akan membuat kita makin menyadari potensi sesungguhnya dari sebuah pilihan, menumbuhkan harapan dan melahirkan kebebasan seperti yang kerap dijanjikan pilihan meski tidak selalu ditepati. Kalau kita belajar berbicara satu dengan yang lain, meski lewat penerjemahan, maka kita akan bisa melihat pilihan dengan segala keanehannya, kerumitannya, dan keindahannya.

Sumber: TED.com , Sheena Iyengar: The art of choosing

Selasa, 25 November 2014

Industri Makanan



Cara berpikir industri makanan adalah untuk membuat anda bahagia. Asumsi nomor satu dalam industri makanan sebelumnya adalah cara untuk menemukan apa yang orang ingin makan -- apa yang bisa membuat orang bahagia -- adalah menanyai mereka.

Orang tidak tahu apa yang mereka inginkan! Benar? "Pikiran tidak tahu apa yang lidah inginkan." Ini misteri! Dan sebuah langkah kritis yang penting dalam memahami keinginan dan selera kita adalah menyadari bahwa kita tidak selalu bisa menjelaskan apa yang kita inginkan dalam hati kita. Jika saya bertanya kepada anda, apa yang anda inginkan dalam kopi, Anda tahu jawabannya? semua akan berkata "Saya mau kopi hitam, kental, dan matang." Itu jawaban semua orang saat anda bertanya apa yang mereka mau dalam kopi. Apa yang kamu suka? Gelap, kental, matang! Kebanyakan dari anda suka kopi dengan banyak susu, dan lemah. Tetapi anda tidak akan pernah berkata pada seseorang yang bertanya apa yang anda inginkan -- kalau "Saya suka kopi dengan susu dan lemah."

Hal kedua adalah mengenai apa yang disebut segmentasi horisontal. Mengapa ini penting? Ini penting karena Ini adalah cara awal industri makanan berpikir. Benar? Apa obsesi mereka di awal 80-an? Mereka terobsesi dengan mustard. Khususnya, mereka terobsesi dengan cerita mustar Grey Poupon (merk mustard). Benar? Sebelumnya, ada dua macam mustard. French dan Gulden. Apa itu? Mustard kuning. Ada apa di dalam mustard kuning? Biji mustard kuning, kunyit, dan paprika. Itulah mustard. Grey Poupon muncul kemudian dengan Dijon. Benar? Lebih banyak biji mustard coklat, anggur putih, menusuk hidung, aroma yang jauh lebih lembut. Dan, apa yang mereka lakukan? Mereka memasukkannya ke dalam botol kaca kecil, dengan label berenamel indah di atasnya, membuatnya terkesan Perancis, meskipun ini dibuat di Oxnard, California. Dan bukannya menghargai $1.5 untuk botol delapan ons, seperti harga French dan Gulden, mereka memutuskan untuk menghargainya $4. lalu mereka memakai iklan-iklan tersebut, benarkan? Dengan pria di mobil Rolls Royce, dan dia sedang makan Grey Poupon, Rolls Royce lainnya berhenti. dan dia berkata, apakan anda mempunyai Grey Poupon? Dan semuanya, setelah mereka melakukan itu, Grey Poupon lepas landas! Mengambil alih bisnis mustard!
 
Dan pelajaran yang diambil oleh setiap orang dari hal ini adalah bahwa cara untuk membuat orang bahagia adalah dengan memberi mereka sesuatu yang lebih mahal, sesuatu yang di impikan. Benar? Ini untuk membuat mereka berbalik dari apa yang mereka pikir mereka suka sekarang. dan menggapai sesuatu yang lebih tinggi dalam tingkat mustard. Mustard yang lebih baik! Mustard yang lebih mahal! Mustard yang lebih mutakhir dan berbudaya dan bermakna. Itu salah! Mustard tidak ada dalam tingkat hirarki. Mustard ada, seperti saus tomat, pada garis horisontal. Tidak ada mustard bagus atau mustard jelek. Tidak ada mustard sempurna atau tidak sempurna. Hanya ada jenis-jenis mustard yang berbeda yang cocok untuk orang-orang yang berbeda.

Hal ke-tiga yang mungkin paling penting, adalah menentang pendapat tentang platonic dish (makanan ideal). Apa yang saya maksud dengan itu? Dalam jangka waktu yang lama dalam industri makanan, ada anggapan bahwa ada satu cara, cara yang sempurna, untuk membuat makanan. Anda pergi ke restoran Chez Panisse, mereka menghidangkan sashimi ikan ekor-merah. dengan biji labu panggang dengan saus ini dan itu. Mereka memberi anda lima pilihan dari saus itu, benarkan? Mereka tidak berkata, apakah anda ingin saus ekstra kental, atau anda ingin yang -- tidak! Anda hanya mendapat sausnya. Kenapa? Karena kokinya Chez Panisse mempunyai pengertian sendiri tentang sashimi ikan ekor-merah. Memang beginilah seharusnya. Dan kemudian dia menghidangkannya seperti itu lagi dan lagi. dan jika anda berdebat dengan dia, dia akan berkata, "Anda tahu, anda salah! Ini cara terbaik di restoran ini."
 
Sekarang, ide yang sama mendorong industri makanan komersial juga. Mereka punya gagasan, sebuah gagasan platonik, tentang apa itu saus tomat. Dan dari mana itu datangnya? Itu berasal dari Italy. Seperti apa saus tomat Italy itu? bercampur dan encer, Karakter dari saus tomat itu encer. Kalau kita berbicara tentang saus tomat yang asli di tahun 1970-an, kita berbicara tentang saus tomat Itali. Yang tidak mempunyai bahan-bahan padat yang kelihatan, benar? yang encer, dan anda siramkan sedikit saja diatasnya dan saus itu langsung turun ke bawah pasta. Seperti itulah dulu. Dan mengapa kita begitu terikat kepadanya? Karena kita pikir bahwa yang diperlukan untuk membuat orang bahagia adalah menyediakan kepada mereka saus tomat yang paling asli , A, dan B, kita pikir jika kita memberi mereka saus tomat yang asli, kemudian mereka akan mengagungkannya. Dan itulah yang memuaskan sebagian besar orang.
 
Dan alasan kita berpikir seperti itu -- dengan kata lain, orang-orang dalam dunia masak mencari masakan yang universal. Mereka mencari satu cara untuk menyuguhi kita semua. Dan inilah alasan yang baik buat mereka untuk terobsesi dengan ide universalisme, karena semua ilmu, sampai abad 19 dan sebagian besar abad 20, terobsesi dengan universalisme. Psikolog, ahli kedokteran, ekonom, semua tertarik untuk menemukan aturan-aturan yang mengatur cara kita semua berperilaku. Tapi itu berubah, benar? Apa yang menjadi revolusi besar dalam ilmu pengetahuan 10, 15 tahun belakangan ini? Itu adalah pergerakan dari pencarian tentang universalisme ke pengertian akan perbedaan. Sekarang di bidang medis, kita tidak mau tahu bagaimana -- cara kanker bekerja, kita ingin tahu bagaimana kanker A itu berbeda dari kanker B. Saya kira kanker A berbeda dari kanker B. Genetika telah membuka pintu untuk mempelajari keragaman manusia.

Ilustrasi terakhir tentang keragaman yang menyatakan bahwa ketika kita mengejar prinsip universalisme di makanan, kita bukan saja membuat kesalahan, kita sebenarnya merugikan diri kita sendiri. Dan contoh yang dipakai adalah kopi. Jika saya tanya anda untuk memberikan satu merek kopi -- jenis dari kopi -- yang membuat anda bahagia, kemudian saya minta anda menilai kopi itu, skor rata-rata dari kopi itu akan ada di sekitar 60 pada skala 0 sampai 100. Namun, jika saya pisah-pisahkan anda menjadi dalam kelompok-kelompok kopi, mungkin sekitar 3 atau 4 kelompok kopi, dan saya bisa membuat kopi untuk setiap kelompok tersebut, skor anda akan naik dari 60 ke 75 atau 78. Perbedaan kopi di skor 60 dan kopi di skor 78 adalah perbedaan dari kopi yang membuat anda mengerenyit, dan kopi yang membuat anda sangat bahagia.
 
Itulah pelajaran terakhir yang paling indah bahwa dalam mengagungkan keragaman manusia, kita akan menemukan jalan yang lebih pasti kepada kebahagiaan yang sejati.

Sumber: TED.com , Malcolm Gladwell: Choice, happiness and spaghetti sauce