Asumsi yang
menggambarkan opini orang Amerika tentang pilihan bunyinya kurang lebih seperti ini. Makin banyak pilihan, makin besar peluang orang menemukan pilihan terbaik. Jadi Walmart pamerkan 100.000 macam
produkmu,
silakan Amazon dengan
27 juta bukunya
dan Match.com yang --
berapa sekarang ? --
15 juta calon kencan. Tidak mungkin tidak ada yang tidak
cocok.
Bagi orang
Amerika modern yang punya
lebih banyak pilihan
dan iklan tentang pilihan
dibanding orang lain di
dunia ini,
pilihan jadi cerminan
kualitas diri
selain kualitas produk
itu sendiri.
Ditambah asumsi bahwa
makin banyak pilihan makin baik, lahirlah orang-orang yang sangat peduli
pada perbedaan sekecil sekalipun. Alhasil, setiap macam pilihan jadi
penting.
Tapi buat orang-orang
Eropa Timur,
ketersediaan yang
sekonyong-konyong
dari begitu banyak
pilihan produk di pasar, adalah berlebihan. Mereka dibanjiri pilihan sebelum sempat belajar berenang. Mereka
tidak sempat belajar bagaimana menghadapi semuanya.
Memang
kenyataannya pilihan sering muncul di antara hal-hal yang tidak jauh berbeda. Penting tidaknya pilihan tergantung kemampuan kita memaknai perbedaan di antara berbagai pilihan itu. Orang Amerika berlatih seumur hidup memainkan "cari perbedaannya." Mereka sudah terbiasa dengan ini sejak
kecil sehingga mereka meyakini bahwa semua
orang punya kemampuan ini. Sebetulnya, meski semua orang punya kebutuhan mendasar akan pilihan, bentuk pilihan dan makna pilihan tidak sama bagi semua orang. Ketika orang tidak mampu membedakan
pilihan yang satu
dengan pilihan yang
lain, atau ketika terlalu banyak pilihan untuk
dibedakan,
proses pemilihan bisa
jadi membingungkan dan menyebalkan. Bukannya jadi bisa memilih dengan baik, kita malah kewalahan dengan pilihan yang
ada, kadang malah jadi takut akan adanya
pilihan.
Pilihan tidak lagi
memberikan kesempatan,
tapi malah mengekang. Pilihan bukan lagi lambang kebebasan, tapi lambang keterikatan dalam tetek bengek tanpa arti. Dengan kata lain, pilihan bisa memberikan dampak
sebaliknya
dari apa yang
dimaksudkan
oleh masyarakat Amerika ketika dijejalkan pada mereka yang belum siap menghadapinya. Tapi ini tidak hanya bagi orang lain di tempat lain perasaan tertekan yang muncul ketika dihadapkan pada begitu banyak pilihan. Orang Amerika sendiri mulai menyadari bahwa pilihan yang tanpa batas lebih indah dalam teori dari pada praktiknya.
Kita semua punya
keterbatasan fisik
mental, dan emosional. yang tidak memungkinkan kita memproses tiap pilihan yang ditemui, bahkan di toko kelontong sekalipun, apalagi dalam perjalanan hidup. Beberapa penelitian menunjukkan ketika kita berikan 10 atau lebih
pilihan pada seseorang
ketika memilih, mereka
sering salah pilih
baik dalam hal
kesehatan, investasi
maupun bidang penting
lainnya.
Tapi tetap saja, banyak
dari kita masih percaya
bahwa kita harus
memilih untuk diri sendiri
dan menuntut lebih
banyak lagi pilihan.
Sumber: TED.com , Sheena Iyengar: The art of choosing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar