Senin, 03 November 2014

Sistem Pendidikan



Ada sesuatu hal yang jelas saat seseorang pindah ke Amerika dan juga saat berkeliling dunia: Semua sistem pendidikan di muka bumi ini memiliki hirarki yang sama akan subjek. Setiap sistem. Tidak peduli kemana anda pergi. Anda mungkin berpikir sebaliknya, tetapi tidak demikian. Paling atas adalah matematika dan bahasa, kemudian kemanusiaan, dan paling bawah adalah seni. Di mana pun di muka bumi. Dan juga hampir di dalam semua sistem, ada hirarki di dalam seni. Seni rupa dan musik biasanya mendapat status tertinggi di sekolah lalu seni peran dan menari. Tidak ada satu pun sistem pendidikan di planet ini yang mengajarkan menari setiap hari untuk anak-anaknya sebagaimana kita mengajarkan mereka matematika. Kenapa? Kenapa tidak? Hal itu cukup penting. Matematika memang sangat penting, tetapi begitu juga menari. Anak-anak menari setiap saat jika mereka diperbolehkan, kita pun begitu. Kita semua memiliki tubuh, iya kan? Sesungguhnya, yang terjadi adalah, pada saat anak-anak bertumbuh dewasa, kita mulai mengajarkan mereka secara progresif dari pinggang ke atas. Dan kemudian kita memfokuskan pada kepala mereka. Dan sedikit ke satu sisi.

Jika anda melihat pendidikan, sebagai alien, dan berkata "Apakah tujuan dari pendidikan publik?" Anda akan berkesimpulan -- jika anda melihat keluarannya, siapa yang paling sukses, siapa yang seharusnya menjadi apa, siapa yang mendapat semua penghargaan, siapa yang menjadi pemenang -- Anda harus mengambil kesimpulan bahwa tujuan utama dari pendidikan publik di seluruh dunia adalah untuk menghasilkan profesor universitas. Iya kan? Mereka adalah orang-orang yang tampil paling atas. Tetapi anda tahu, kita tidak seharusnya menganggap mereka sebagai puncak dari pencapaian umat manusia. Mereka hanyalah sebuah bentuk kehidupan, salah satu bentuk kehidupan. Tetapi mereka memang menarik. Ada sesuatu yang menarik mengenai profesor -- tidak semuanya, tetapi pada umumnya - mereka hidup di dalam kepala mereka. Mereka hidup di atas sana, dan sedikit ke satu sisi. Mereka terlepas dari tubuhnya, anda tahu, dalam artian yang sebenarnya. Mereka melihat tubuh mereka sebagai salah satu bentuk transportasi untuk kepala mereka, ya kan? Tubuh adalah alat untuk membawa kepala mereka ke pertemuan. Jika anda ingin mendapatkan bukti akan pengalaman keluar dari tubuh, jadi, datanglah ke konferensi pertemuan para akademisi senior, dan datanglah ke acara disko pada malam terakhir. Dan di sana anda akan melihat, lelaki dan perempuan dewasa bergoyang tidak terkendali, keluar dari irama, menanti sampai semuanya berakhir supaya mereka bisa pulang ke rumah dan menulis tulisan mengenai acara tersebut.

Sekarang sistem pendidikan kita dilandasi oleh ide kemampuan akademis. Dan ada alasannya. Keseluruhan sistem diciptakan -- di seluruh dunia, dulu tidak ada sistem pendidikan publik, sebelum abad ke 19. Sistem-sistem ini muncul untuk memenuhi kebutuhan industrialisasi. Jadi hirarki yang terjadi muncul didasari atas dua ide. Ide pertama, subjek yang paling berguna untuk pekerjaan berada di urutan teratas. Jadi anda mungkin diarahkan menjauhi hal-hal tertentu di sekolah pada waktu anda masih kecil, hal-hal yang anda sukai, dengan dasar bahwa anda nantinya tidak akan mendapatkan pekerjaan dengan hal-hal tersebut. Benar kan? Jangan bermain musik, kamu tidak akan menjadi musisi; Jangan melakukan seni, kamu tidak akan menjadi artis. Nasehat tidak berbahaya -- tapi sekarang terbukti salah. Seluruh dunia sedang diliputi sebuah revolusi. Dan ide yang kedua adalah kemampuan akademis, yang telah mendominasi cara pandang kita akan kecerdasan, karena universitas mendesain sistem dengan citra mereka. Jika anda berpikir, keseluruhan sistem pendidikan publik di seluruh dunia adalah proses yang berlarut-larut dari persiapan masuk universitas. Dan akibatnya adalah banyak orang-orang berbakat hebat, cemerlang dan kreatif berpikir mereka tidak bisa apa-apa, karena hal-hal yang mereka lakukan dengan baik di sekolah tidak dihargai atau bahkan dianggap buruk. Dan kita tidak bisa terus seperti itu.

Sumber: TED.com , Ken Robinson: How schools kill creativity

Tidak ada komentar:

Posting Komentar