Kalau pilihan
itu berdampak pada Anda,
maka Anda sendiri yang
harus memilih.
Ini satu-satunya cara
untuk memastikan
agar selera dan
kepentingan Anda
benar-benar
diperhatikan.
Ini penting kalau mau
berhasil.
Di Amerika, titik berat
utama sebuah pilihan
ada pada individu itu
sendiri.
Orang harus memilih
untuk dirinya sendiri, kadang sampai bersikukuh, tidak peduli apa yang orang lain
inginkan atau sarankan.
Namanya "Jujur
pada diri sendiri."
Tapi apa benar semua
orang cocok dengan gaya memilih seperti ini?
Generasi pertama
anak-anak imigran
sangat dipengaruhi
konsep memilih
orang tua mereka. Bagi mereka, pilihan itu bukan sekadar
cara menyatakan dan menegaskan siapa mereka, tapi usaha menjadi bagian dari komunitas
dan keselarasan
dengan tunduk pada
pilihan
orang-orang yang mereka
percayai dan hormati.
Bahkan ketika berusaha
jujur pada diri sendiri,
diri yang dimaksud,
hampir selalu
terdiri dari, bukan
individu
tapi kolektif. Keberhasilan juga tentang memuaskan
orang-orang dekat mereka
selain untuk memuaskan diri mereka sendiri. Atau, dengan kata lain selera orang per orang dibentuk oleh selera orang-orang tertentu
lainnya.
Jadi asumsi
bahwa kinerja seseorang itu terbaik ketika orang itu bebas memilih hanya berlaku jika orang itu tidak punya orang dekat. Di mana sebaliknya, ketika dua atau lebih orang merasa bahwa pilihan dan hasil
pilihannya
dengan kuat saling
mempengaruhi,
mereka bisa
mempengaruhi keberhasilan masing-masing kalau mereka memilih secara kolektif. Memaksa mereka memilih dengan seleranya
sendiri,
bisa merusak baik kinerja maupun hubungan mereka. Padahal justru itulah yang dituntut paradigma orang Amerika. Paradigma itu nyaris tidak peduli akan
hubungan dengan orang lain
atau kenyataan bahwa
orang bisa salah.
Paradigma itu
menganggap pilihan
sebagai tindakan
pribadi dan merupakan ciri diri. Mereka yang tumbuh dengan paradigma itu mungkin terpacu oleh paradigma itu. Tapi adalah salah kalau kita berasumsi bahwa tekanan ketika harus memilih
sendiri
itu hal yang wajar buat
semua orang.
Sumber: TED.com , Sheena Iyengar: The art of
choosing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar