Sabtu, 20 Desember 2014

Pengalaman vs Ingatan



Ada sebuah contoh tentang seseorang yang mendengarkan alunan melodi. Dia bilang dia pernah mendengarkan sebuah simponi yang musiknya luar biasa indah tapi diakhir rekaman musik itu, ada cacat suara yang sangat jelek. Dan ia menambahkan dengan sangat emosional, hal itu merusak kesan keseluruhannya. Padahal tidak demikian. Apa yang rusak adalah ingatan tentang kesan itu. Ia tetap mengalami pengalaman itu. Ia menikmati musik yang luar biasa indah selama 20 menit. Yang hilang percuma karena sebuah ingatan; ingatan yang rusak, dan hanya ingatan rusak itulah yang ia simpan.

Apa yang ditunjukkan hal itu, sebenarnya, adalah mungkin kita memikirkankan diri kita dan orang lain dalam dua sisi yang berbeda. Kita mempunyai sisi yang mengalami, yang hidup di saat ini dan menyadari saat ini, yang mampu merasakan kembali masa yang telah berlalu padahal sisi itu hanya memiliki saat ini. Sisi yang mengalami ini yang membuat seorang dokter-- biasalah, ketika dia bertanya, "Sakit tidak kalau saya sentuh disini?" Kemudian ada sisi yang mengingat, sisi yang mengingat ini yang hitung-hitungan, dan yang memelihara cerita hidup kita, yang membuat seorang dokter datang dan bertanya, "Apa yang kamu rasakan akhir-akhir ini?" atau "Bagaimana perjalanan anda ke Albania?" atau hal lain semacam itu. Keduanya adalah hal yang sangat berbeda. Ketidakmampuan sisi yang mengalami dan sisi yang mengingat membedakan keduanya adalah bagian dari kerancuan dalam teori kebahagiaan.

Sisi yang mengingat ini, adalah pendongeng. Dan sebenarnya berawal dari respon dasar ingatan kita-- yang mulai dengan seketika. Kita tidak hanya bercerita ketika kita ingin bercerita. Ingatan kita senantiasa bercerita, apa yang kita simpan dari semua pengalaman kita adalah sebuah cerita. Apa hakekat sebuah cerita? Dan ini berlaku untuk semua cerita yang diceritakan oleh ingatan pada kita, dan juga berlaku untuk semua cerita yang kita karang. Hakekat sebuah cerita adalah perubahan, perubahan besar antara momen dan akhir cerita. Akhir cerita adalah sangat penting dan dalam hal ini, akhir cerita menjadi penentu.

Sedangkan sisi yang mengalami hidup terus menerus tanpa akhir, ia memiliki momen-momen pengalaman sambung menyambung. Lalu, Apa yang terjadi dengan momen-momen itu? Jawabannya cukup jelas. Mereka hilang untuk selamanya. Maksudnya, hampir semua momen hidup kita --- dimana keberadaan kejiwaan adalah sepanjang kira-kira 3 detik. Yang artinya adalah, Anda tahu, dalam satu kehidupan terdapat sekitar 600 juta (keberadaan psikologis). Dalam sebulan terdapat 600.000. Hampir semua tidak meninggalkan jejak. Hampir semua terabaikan, oleh sisi yang mengingat. Namun, meski begitu, kita tetap merasa bahwa mereka adalah penting, dan yang terjadi pada saat mengalami momen-momen tersebut adalah hidup kita. Terhadap sumberdaya terbatas yang kita habiskan ketika kita masih dibumi ini. Cara menghabiskannya tampak menjadi seusatu yang relevan, namun cerita itu bukan cerita yang disimpan oleh sisi yang mengingat.

Jadi kita memiliki sisi yang mengingat dan sisi yang mengalami. dan keduanya sangat berbeda satu dengan lainnya. Perbedaan terbesar antara mereka adalah dalam memaknai waktu. Dari sudut pandang sisi yang mengalami, ketika berlibur, dan minggu kedua sama bagusnya dengan minggu pertama, maka pengalaman liburan selama dua minggu dua kali lebih baik dari pada liburan satu minggu. Itu tidak berlaku bagi sisi yang mengingat. Bagi sisi yang mengingat, liburan selama dua minggu tidak jauh berbeda dengan liburan selama satu minggu karena tidak ada penambahan ingatan baru. ceritanya belum berubah. Dalam hal ini, waktu merupakan variabel yang kritis yang membedakan sisi yang mengingat dari sisi yang mengalami. Waktu hanya sedikit berpengaruh pada cerita ini.

Tapi sisi yang mengingat melakukan lebih dari sekedar mengingat dan bercerita. Sisi yang mengingatlah yang sebenarnya membuat keputusan karena, bila ada seorang pasien yang pernah mengalami dua proses pengobatan dengan dua dokter yang berbeda dan sedang memutuskan untuk memilih (dokter) yang mana, yang memilih adalah sisi yang mempunya ingatan yang lebih menyenangkan dan dengan cara itulah dokter tersebut terpilih. Sisi yang mengalami tidak memiliki suara dalam hal ini. Kita sebenarnya tidak memilih berdasarkan pengalaman-pengalaman. Kita memilih berdasarkan ingatan dari pengalaman-pengalaman. Bahkan ketika kita berpikir tentang masa depan, kita biasanya tidak menganggap masa depan kita sebagai pengalaman. Kita menganggap masa depan kita sebagai ingatan yang kita harapkan. Dan pada dasarnya memang tampaknya, kita dijajah oleh sisi yang mengingat, dan kalian bisa berpikir bahwa sisi yang mengingat seperti menyeret sisi yang mengalami kedalam pengalaman-pengalaman yang tidak dibutuhkan sisi yang mengalami.

Ini yang biasanya sering terjadi, alasan kita berlibur sebagian besar karena demi memuaskan sisi yang mengingat itu. Dan ini memang agak kurang masuk akal. Maksudnya, seberapa banyak sebenarnya ingatan yang kita pakai ? Mengapa kita sangat menekankan ingatan dibandingkan pengalaman?

sumber: TED.com , Daniel Kahneman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar