Kamis, 09 Oktober 2014

Simulator Otak



Ketika kita punya waktu untuk berbicara, dua juta tahun terlihat seperti waktu yang sangat lama. Tapi dari sisi evolusi, 2 juta tahun tidak ada apa-apanya. Dalam dua juta tahun, massa otak manusia bertambah hampir tiga kali lipatnya. Dari satu seperempat pon milik nenek moyang kita, Habilis,ke hampir tiga perempat organ yang semua orang punya di antara kedua telinga mereka. Ada apa dengan otak yang besar sehingga secara alami semua orang ingin punya?

Ternyata, ketika ukuran otak menjadi tiga kali lipatnya, otak tidak hanya menjadi lebih besar, tapi juga memperoleh struktur baru. Dan salah satu alasan utama mengapa otak kita menjadi sebesar itu adalah adanya bagian baru, yang disebut otak bagian depan. Dan khususnya, bagian yang disebut "pre-frontal cortex". Lalu apa yang pre-frontal cortex lakukan kepada manusia yang menyebabkan seluruh perubahan susunan arsitektur dari tengkorak manusia dalam waktu evolusi?

Ternyata, pre-frontal cortex punya banyak peran, tapi satu peran yang paling penting adalah sebagai simulator pengalaman. Pilot berlatih terbang menggunakan simulator sehingga mereka tidak membuat kesalahan di pesawat. Manusia memiliki suatu adaptasi yang luar biasa yaitu mereka dapat benar-benar memiliki pengalaman di kepala mereka sebelum mereka melakukannya secara nyata. Ini adalah sebuah trik yang nenek moyang kita tidak dapat lakukan, dan tidak ada hewan yang dapat melakukan hal seperti ini seperti kita. Ini adaptasi yang luar biasa. Ini setara dengan ibu jari berlawanan dan berdiri tegak dan bahasa adalah salah satu hal yang memungkinkan spesies kita pindah dari pepohonan ke pusat perbelanjaan.

Penelitian yang selama ini dilakukan oleh ekonom dan psikolog di US, mengungkapkan sesuatu yang cukup mengejutkan bagi kita. Sesuatu yang kita sebut bias dari dampak, yang merupakan kecenderungan simulator untuk tidak bekerja dengan baik. Simulator akan membuat anda percaya bahwa hasil yang berbeda lebih berbeda dari pada yang semestinya.

Dari studi lapangan ke studi laboratorium. kita melihat bahwa menang atau kalah pemilu, menemukan atau kehilangan pasangan, naik atau tidak jadi naik pangkat, lulus atau tidak lulus tes universitas, dan seterusnya, dampak, intensitas, dan durasinya lebih kecil daripada apa yang diharapkan orang. Malahan, dalam sebuah studi baru-baru ini -- ini sangat mengejutkan saya -- sebuah studi yang menunjukkan besarnya pengaruh trauma dalam hidup seseorang menyebutkan bahwa jika trauma terjadi lebih dari tiga bulan lalu, dengan hanya sedikit pengecualian, trauma ini tidak berdampak sama sekali dengan kebahagiaan anda.

Mengapa? Karena kebahagiaan dapat disintesis. Sir Thomas Brown menulis di tahun 1642, "Saya adalah manusia paling bahagia, diri saya memiliki sesuatu untuk mengubah kemiskinan menjadi kekayaan, kesulitan menjadi kemakmuran. Saya lebih tidak terkalahkan daripada Achilles; nasib tidak dapat mempengaruhi saya." Mesin hebat seperti apa yang dimiliki orang ini di kepalanya?

Ternyata, mesinnya sama dengan mesin hebat yang kita semua punya. Manusia memiliki sesuatu yang kita pikir sebagai sistem kekebalan psikologis. Sebuah sistem dari proses kognitif, umumnya proses kognitif tanpa sadar yang membantu mereka mengubah cara pandang terhadap dunia, sehingga mereka memiliki perasaan yang lebih baik tentang dunia ini. Seperti Sir Thomas, Anda memiliki mesin ini. Tidak seperti Sir Thomas, sepertinya Anda tidak mengetahuinya.

Kita tersenyum sinis karena kita tidak percaya kalau kebahagiaan sintesis kualitasnya tidak sama dengan apa yang kita sebut kebahagiaan natural. Apa sebenarnya istilah-istilah ini? Kebahagiaan natural adalah yang kita peroleh ketika kita dapat apa yang kita mau, dan kebahagiaan sintesis adalah yang kita karang begitu kita tidak dapat apa yang kita mau. Dalam masyarakat, kita sangat percaya bahwa kebahagiaan sintesis kualitasnya lebih rendah. Mengapa kita mempercayainya? Sangat sederhana. Mesin ekonomi yang mana yang akan tetap berfungsi kalau kita percaya bahwa tidak mendapatkan apa yang kita mau akan membuat kita sebahagia kalau kita mendapatkannya?

Sumber: TED.com , Dan Gilbert: The surprising science of happiness

Tidak ada komentar:

Posting Komentar