Sabtu, 26 September 2015

Penghasilan Kurang Atau Pengeluaran Berlebih



Hasil gambar untuk penghasilanMasalah penghasilan kembali mencuat belakangan ini. Penghasilan yang dinilai tidak cukup (layak) menjadi penyebab. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan tuntutan peningkatan penghasilan, karena memang penghasilan adalah sarana untuk berkonsumsi dan investasi. Artinya digunakan untuk saat ini (konsumsi) dan nanti (investasi). Hanya saja apakah benar penghasilannya yang tidak cukup atau tidak layak?

Secara normal penghasilan tidak akan pernah layak bila dibandingkan dengan pengeluaran. Karena pengeluaran bersifat tidak terbatas, dan penghasilan terbatas. Jadi kalau penghasilan dipaksa untuk selalu memenuhi pengeluaran maka tidak akan ada kata layak.

Hasil gambar untuk tambahan penghasilan
Banyak orang menuntut tambahan penghasilan untuk mengejar pengeluaran layak yang seringkali tidak diukur dari layak dirinya tapi layak orang lain. “Bila orang lain bisa membelanjakan lebih besar dari saya, maka selayaknya saya juga harus bisa seperti dia;” Padahal bisa jadi kebutuhan orang lain berbeda dengan kita, dan prioritas orang lain berbeda juga dengan kita.

Ketika kita menuntut untuk penambahan penghasilan apakah kita sudah siap dengan ilmu pengelolaan dalam pengeluaran? Sebab penambahan penghasilan akan membuat masalah baru di pengeluaran. Orang yang tidak bisa mengelola penghasilan kecilnya, maka akan sulit pula untuk bisa mengelola penghasilan "besar"nya. Sebagai contoh nyata, seberapa banyak orang yang bisa menyisakan THRnya, atau bonus tahunannya dalam bentuk asset produktif? 

Hasil gambar untuk pengeluaranSalah satu masalah klasik dalam pengeluaran adalah tentang kebutuhan dan keinginan. Memang sih tidak juga dipungkiri kalau banyak orang minta kenaikan penghasilan karena adanya kebutuhan. Tapi kalau kebutuhan itu adalah pembayaran utang konsumtif, mungkin harus ditinjau lagi kalau itu real kebutuhan atau tidak.

Pembayaran cicilan utang memang adalah prioritas. Tapi bila itu adalah utang yang belum selayaknya kita ambil, itu bukan kebutuhan yang harus diselesaikan dengan tuntutan kenaikan penghasilan. Kalau kita belum layak untuk memiliki mobil tapi kita paksa untuk memilikinya dan menyalahkan penghasilan yang kita terima sebagai penyebab kita tidak bisa bayar, kami kira itu tidak adil.

Hasil gambar untuk mengelola penghasilan
Memang bukan hal yang salah bila kita ingin sejahtera. Namun sejahtera yang sebenarnya tidaklah diukur dari asset yang dimiliki orang lain. Artinya ketika orang lain dengan penghasilan yang sama dengan kita ternyata punya asset lebih besar dari kita, bukan berarti dia lebih sejahtera dari kita. Sebab bila aset tadi di dapat dengan utang, maka asset tadi bukan milik dirinya, yang artinya sama sekali dia tidak sejahtera.

Jadi apakah kita tidak boleh mengharapkan tambahan penghasilan? Boleh, dan sangat boleh, namun sebaiknya tambahan tadi bisa untuk menambah asset produktif kita. Kalau asset produktif adalah investasi, maka sebaiknya tambahan penghasilan bisa digunakan untuk investasi. Kalau hanya untuk membayar cicilan, maka tujuan penambahan penghasilan tidak bisa tercapai.

Sebab penambahan penghasilan yang tidak disertai dengan peningkatan kesejahteraan tidak memberikan manfaat untuk kita di masa depan. “Tapi penyelesaian cicilan nantinya akan membuat kita bisa invest bila uang cicilan tadi kita gunakan sebagai uang investasi saat cicilan lunas.”

Setuju, hanya saja dari 100% yang berpikiran seperti itu, hanya 10% yang bisa melakukannya. Sebab keuangan yang dimulai dengan sesuatu yang salah tidak pernah memberikan hasil yang benar. Kenapa salah? Karena kita memulainya bukan dari "nol" tapi dari minus. Artinya mulai dari kurang yang terjadi karena kita tidak bisa mengelola penghasilan sebelumnya dengan benar.

Jadi kalau kita buat hitungan sederhana, katakan bila seseorang saat ini bisa mengelola penghasilannya untuk bisa menghidupi dirinya (tanpa utang), maka peningkatan penghasilan 10-15% harusnya sudah memadai karena itu adalah sejumlah dana yang bisa digunakan untuk investasi. Kalau lebih dari itu; pastilah bagus bila diikuti dengan pengelolaan yang benar.

Ilmunya sederhana saja, usahakan ada minimal 10% untuk investasi dan batasi hanya sampai 30% untuk cicilan utang. Tidak lupa, syukuri yang sudah dimiliki dan berusaha untuk bisa mengoptimalkan jatah konsumsi kita.

sumber : @kokiduit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar