Masalah penghasilan kembali mencuat
belakangan ini. Penghasilan yang dinilai tidak cukup (layak) menjadi penyebab. Sebenarnya
tidak ada yang salah dengan tuntutan peningkatan penghasilan, karena memang
penghasilan adalah sarana untuk berkonsumsi dan investasi. Artinya digunakan
untuk saat ini (konsumsi) dan nanti (investasi). Hanya saja apakah benar
penghasilannya yang tidak cukup atau tidak layak?
Secara normal penghasilan tidak akan
pernah layak bila dibandingkan dengan pengeluaran. Karena pengeluaran bersifat
tidak terbatas, dan penghasilan terbatas. Jadi kalau penghasilan dipaksa untuk
selalu memenuhi pengeluaran maka tidak akan ada kata layak.
Banyak orang menuntut tambahan
penghasilan untuk mengejar pengeluaran layak yang seringkali tidak diukur dari
layak dirinya tapi layak orang lain. “Bila orang lain bisa membelanjakan lebih
besar dari saya, maka selayaknya saya juga harus bisa seperti dia;” Padahal
bisa jadi kebutuhan orang lain berbeda dengan kita, dan prioritas orang lain
berbeda juga dengan kita.
Ketika kita menuntut untuk
penambahan penghasilan apakah kita sudah siap dengan ilmu pengelolaan dalam
pengeluaran? Sebab penambahan penghasilan akan membuat masalah baru di
pengeluaran. Orang yang tidak bisa mengelola penghasilan kecilnya, maka akan
sulit pula untuk bisa mengelola penghasilan "besar"nya. Sebagai
contoh nyata, seberapa banyak orang yang bisa menyisakan THRnya, atau bonus
tahunannya dalam bentuk asset produktif?
Salah satu masalah klasik dalam
pengeluaran adalah tentang kebutuhan dan keinginan. Memang sih tidak juga
dipungkiri kalau banyak orang minta kenaikan penghasilan karena adanya
kebutuhan. Tapi kalau kebutuhan itu adalah pembayaran utang konsumtif, mungkin
harus ditinjau lagi kalau itu real kebutuhan atau tidak.
Pembayaran cicilan utang memang
adalah prioritas. Tapi bila itu adalah utang yang belum selayaknya kita ambil, itu
bukan kebutuhan yang harus diselesaikan dengan tuntutan kenaikan penghasilan. Kalau
kita belum layak untuk memiliki mobil tapi kita paksa untuk memilikinya dan
menyalahkan penghasilan yang kita terima sebagai penyebab kita tidak bisa
bayar, kami kira itu tidak adil.
Memang bukan hal yang salah bila
kita ingin sejahtera. Namun sejahtera yang sebenarnya tidaklah diukur dari
asset yang dimiliki orang lain. Artinya ketika orang lain dengan penghasilan
yang sama dengan kita ternyata punya asset lebih besar dari kita, bukan berarti
dia lebih sejahtera dari kita. Sebab bila aset tadi di dapat dengan utang, maka
asset tadi bukan milik dirinya, yang artinya sama sekali dia tidak sejahtera.
Jadi apakah kita tidak boleh
mengharapkan tambahan penghasilan? Boleh, dan sangat boleh, namun sebaiknya
tambahan tadi bisa untuk menambah asset produktif kita. Kalau asset produktif
adalah investasi, maka sebaiknya tambahan penghasilan bisa digunakan untuk
investasi. Kalau hanya untuk membayar cicilan, maka tujuan penambahan
penghasilan tidak bisa tercapai.
Sebab penambahan penghasilan yang
tidak disertai dengan peningkatan kesejahteraan tidak memberikan manfaat untuk
kita di masa depan. “Tapi penyelesaian cicilan nantinya akan membuat kita bisa
invest bila uang cicilan tadi kita gunakan sebagai uang investasi saat cicilan
lunas.”
Setuju, hanya saja dari 100% yang
berpikiran seperti itu, hanya 10% yang bisa melakukannya. Sebab keuangan yang
dimulai dengan sesuatu yang salah tidak pernah memberikan hasil yang benar. Kenapa
salah? Karena kita memulainya bukan dari "nol" tapi dari minus. Artinya
mulai dari kurang yang terjadi karena kita tidak bisa mengelola penghasilan
sebelumnya dengan benar.
Jadi kalau kita buat hitungan sederhana,
katakan bila seseorang saat ini bisa mengelola penghasilannya untuk bisa
menghidupi dirinya (tanpa utang), maka peningkatan penghasilan 10-15% harusnya
sudah memadai karena itu adalah sejumlah dana yang bisa digunakan untuk
investasi. Kalau lebih dari itu; pastilah bagus bila diikuti dengan pengelolaan
yang benar.
Ilmunya sederhana saja, usahakan ada
minimal 10% untuk investasi dan batasi hanya sampai 30% untuk cicilan utang. Tidak
lupa, syukuri yang sudah dimiliki dan berusaha untuk bisa mengoptimalkan jatah
konsumsi kita.
sumber : @kokiduit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar