Sabtu, 26 September 2015

Plus Minus Reksadana Dijual Bebas



Hasil gambar untuk reksadanaOJK sebagai pengawas jasa keuangan berencana untuk memperluas penjualan RD di masyarakat. RD bisa dijual melalui perorangan atau perusahaan atau lembaga yang memiliki jaringan luas ke masyarakat. Tujuan utamanya adalah agar produk ini lebih bisa diserap pasar dan jangka panjang bisa menjadi stimulus pembangunan.

Dari sisi masyarakat pengguna, hal ini sangat baik karena akan makin mudah seseorang bisa berinvestasi khususnya di RD. Bayangkan, 5 tahun lalu RD belum banyak dikenal di Jakarta apalagi di bagian lain di indonesia. Sebagai informasi ketika finansial pameran di IFEF yang diadakan @kontan di Surabaya, masih banyak masyarakat yang tidak mengerti apa itu produk Reksadana.

RD masih dianggap sama dengan Deposito, Saham, bahkan Asuransi. Jadi harus diakui edukasi utntuk produk RD sendiri masih belum optimal dan meluas dikenal masyarakat. Karenanya, bagi penjual yang bertanggung jawab, kesempatan ini adalah untuk edukasi dan pembelajaran tentang produk investasi yang sebenarnya (karena banyak produk dengan embel-embel investasi ternyata hanya sekedar tabungan).

Bagi penjual yang buruk, ini adalah kesempatan untuk menjerumuskan pasar yang masih buta dengan produk baru yang namanya Reksadana. Mengapa demikian? Melihat kasus century, saat RD belum seluas sekarang saja fraud bisa terjadi. Apalagi bila penjualan sudah sangat luas. Kemungkinan yang bisa terjdi adalah akan timbul produk yang menyebut diri mereka Reksadana tapi ternyata bukan.

Atau melihat contoh emas, akan ada produk turunan yang menjadikan Reksadana sebagai produk acuan. Misalnya Reksadana dengan hasil tetap; dimana nasabah harus menginvestasikan dananya dalam jumlah besar, kemudian penjual memberi janji hasil tetap asalkan nasabah tidak mengambil dananya dalam periodik tertentu.

Cara kerjanya sama saja; melakukan spekulasi dengan menggunakan kemungkinan harga reksadana akan naik. Sebagai pembanding, emas yang rata-rata kenaikannya per tahun sekitar 12% bisa dibuat produk turunan dengan hasil tetap (ingat tawaran produk investasi emas belakangan ini).

Apalagi Reksadana. Sebagai informasi ada Reksadana yang sudah naik 70 kali dari harga awalnya dalam waktu sekitar 16 tahun. Atau kalau dihitung naik 7000% dalam 16 tahun yang artinya lebih dari 400% per tahun. Orang kreatif yang nakal akan menjadikan hal ini sebagai celah membuat produk dengan hasil tetap, padahal BUKAN produk dengan hasil tetap.

Hasil gambar untuk reksadana sahamSebagai contoh, dari dana masyarakat yang dikumpulkan, katakan dapat 10 milyart, dikasih saja bunga per bulan 2%, artinya beban adalah sebesar 24% per tahun atau 2,4 M. Artinya hanya butuh pengaman sebesar 2,4 M yang dimasukkan ke Deposito atau RD Pasar Uang. Dan mengharuskan nasabah mengunci dananya selama 5 tahun.

Dengan asumsi hasil RD Saham yang bisa kasih sampai dengan 400% per tahun, kenapa tidak berani untuk spekulasi? Itu kalau asumsinya RD kasih hasil; belum lagi kalau dana tadi adalah dana bergulir yang terus berputar. Tapi di sisi lain kalau tidak dilepas maka akan makin terlambat kita dalam hal investasi.

Hasil gambar untuk mea 2015Tahun 2015 makin dekat, dimana pasar ASEAN akan dibuka. Kalau kita tidak cepat, maka tidak heran bila nanti di Sumatra akan lebih dikenal RD dari Malaysia atau Singapura, sementara di Papua akan lebih dikenal RD dari Australia karena posisi mereka lebih dekat ke dua daerah tadi dibanding Jakarta. Yah artinya kebebasan tanpa diikuti edukasi yang baik dan pengawasan yang ketat akan menjadikan nasabah sebagai korbannya.

Jadi apakah harus bersikap negatif dengan rencana ini? Jawabnya: tidak, karena 2016 semakin dekat. Jadi yang sebaiknya kita lakukan adalah investasikan waktu kita untuk belajar lebih dalam tentang Reksadana, baca bukunya dan ikuti ulasannya di media. Sehingga ketika waktunya tiba, kita berinvestasi karena telah mengerti dengan benar produknya, bukan karena ikut-ikutan atau sekedar terlena dengan angka hasil yang tidak bertanggung jawab.

sumber : @kokiduit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar