Sebenarnya ekonomi sama seperti
kehidupan,dimana terdapat siklus yang membuat ekonomi menjadi bergerak. Siklus
ekonomi biasanya terbagi 4 tahapan yaitu Slow Down, Krisis, Recovery dan Growth
atau tumbuh. Siklus ini pastinya akan berpengaruh pada keuangan kita, karena
tiap siklus disertai dengan kontraksi produk keuangan.
Saat Slow Down biasanya ditandai
dengan bunga yang bergerak naik, yang pastinya mengakibatkan produk lain
bergerak. Bunga yang tinggi pasti mengakibatkan industri bergerak lambat dan keuntungan
menurun. Kondisi ini pasti ditanggapi negatif oleh Investor yang biasanya
tergambar dengan harga Saham bergerak turun.
Namun di satu sisi perusahaan tetap
butuh dana, maka jalan terbaik untuk dapat dana tetapi tidak berutang ke Bank
adalah dengan Obligasi. Jadi saat ekonomi Slow Down, produk yang biasanya baik
dan bisa sebagai alternatif adalah Obligasi.
Tapi harus diperhatikan, Obligasinya
bukan Obligasi Lama atau Berjalan, tapi Obligasi Baru karena pasti memberikan
kupon lebih tinggi dari BI Rate.
Setelah Slow maka biasanya akan
masuk ke tahap Krisis. Siklus ini ditandai dengan bunga yang sangat tinggi, dan
matinya hampir semua kegiatan ekonomi kecuali konsumsi.
Kalau kita kembali ke tahun 1997
dimana saat itu bunga Bank sampai 60%, maka itu adalah masa krisis kita. Maka
tidak ada produk lain yang bisa digunakan sebagai alat selain produk Bank.
Disamping karena hasil, juga karena di saat krisis produk terbaik untuk menjaga
likuiditas adalah produk Bank.
Saham biasanya jatuh dalam, dan
pasti diikuti dengan produk turunannya seperti Reksadana yang berbasis Saham. Emas
juga bisa jatuh, namun biasanya tidak, karena Emas naik seiring Inflasi.
Nah setelah Krisis maka perbaikan
akan terjadi. Itulah kenapa tahapan ini disebut Recovery. Perusahaan yang
kembali bergerak, bunga bergerak turun, dan pasar modal kembali bergairah,
adalah tanda-tandanya.
Saat seperti ini adalah saat baik
untuk kembali ke Saham, Bank mulai dilepas dan persiapkan untuk melepas
Obligasi di harga tinggi.
Disini biasanya mental Investor
teruji, apakah mereka berani dan konsisten dengan tujuannya atau tidak. Sebab
kenaikan harga yang tinggi bisa membuat Investor berubah menjadi Trader.
Setelah Recovery masuklah ke
pertumbuhan atau Growth. Saat seperti ini adalah saatnya equity atau Saham.
Ekonomi yang bergerak cepat, konsumsi tinggi dan bunga rendah membuat semua
Saham sepertinya menguntungkan.
Tapi harus kembali diingat, setelah
Growth adalah Slow Down.
Lalu bagaimana dengan Indonesia saat
ini?
Bunga yang cenderung bergerak terus
naik, Pasar Modal yang jatuh, apakah berarti krisis? Mungkin belum. Sebab bunga
baru naik dalam 3 bulan terakhir. Konsumsi kita tetap tinggi walau Pasar Modal
turun.
Namun apakah ini bisa disebut
pelambatan atau Slow? Bisa jadi, karena dalam 3 bulan BI Rate naik lebih dari 1
kali. Jadi seperti saran saat Slow, kurangi atau tunggu invest di Saham, tahan
sebentar di produk Bank.
Mulailah untuk hunting Obligasi baru
dan Reksadana yang berbasis Obligasi. Dan alokasikan ke Emas sebagai basis
investasi yang berisiko.
Pertanyaan lanjutannya adalah,
apakah setelah Slow maka akan Krisis? Mungin ya, mungkin tidak :) Sebab tidak
semua negara setelah Slow akan kemudian Krisis. Tergantung bagaimana pengelola
negara bisa mengatasi.
Jadi untuk jangka pendek mungkin
tahan dulu Sahamnya, biarkan tabungan bertambah. Tapi bagi yang melakukan
invest rutin, tetap jalani rutinitasnya, karena goncangan sesaat tidak
berpengaruh ke hasil akhir.
Sekali lagi, dengan catatan,
pengelola negara bisa mengatasi kondisi ini. Maka…selamat menerka siklus
ekonomi kita :)
sumber : @kokiduit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar