Istilah
'bubble property' mulai ramai sejak sebelum tahun 2008 di Amerika. Disebut
bubble karena diumpamakan sebagai balon yang bagus ketika berkembang, dan
berbahaya bila pecah. Krisis di Amerika salah satunya dimulai dari bubble
property. Harga yang tidak terkendali, kemudahan mengambil morgate (seperti KPR
disini) menjadikan pembelian rumah bukan untuk milik tapi spekulasi.
Belum lagi
perkembangan instrumen keuangan yang menjadikan aset pinjaman tadi menjadi
komoditi yang bisa diperjual belikan. Hal ini menjadikan harga tidak
terkendali, dan harga pasar tidak lagi menggambarkan nilai wajar atau valuasi
sebenarnya. Sama seperti balon yang pecah hanya karena tusukan 1 jarum,
pecahnya bubble property juga dimulai dari 1 masalah kecil.
Contoh,
karena harga property tinggi, orang mengambil utang untuk memilikinya. Seringkali
pembelian bukan karena butuh tapi spekulasi untuk dijual lagi kalau harga
tinggi. Sehingga banyak orang memiliki rumah 2 sampai 3 buah, bahkan lebih
untuk spekulasi ini.
Kenapa
mereka berani? Karena yakin harga akan naik terus dan akan selalu ada yang
butuh property. Karena property yang dimiliki bukan yang dibutuhkan, saat
mereka kesulitan keuangan maka yang dilakukan adalah: biarkan macet atau
menjual murah agar pinjaman pindah ke orang lain.
Masalahnya
terjadi ketika supply terlalu banyak, maka semua orang berpikiran sama, kalau tidak
bisa bayar biar macet atau jual murah. Akibatnya bank kehilangan pemasukan dan
pengembalian, likuiditas jadi ketat dan ekonomi jadi tidak bergerak.
Likuiditas
ketat maka pembelanjaan menjadi berkurang, pembelanjaan berkurang maka bisnis
tidak berjalan. Bisnis tidak berjalan akibatnya adalah pengangguran,
pengangguran tinggi berarti tidak ada gaji. Tidak ada gaji maka tidak bisa
bayar KPR, begitu seterusnya sehingga terlihat seperti di Amerika, ekonominya
krisis.
Hal ini
sudah mulai di takuti oleh negara China. Beberapa waktu lalu mereka membatasi
pembelian property, mengenakan pajak tinggi untuk property kedua, dst. Di
beberapa daerah tertentu di China, harga property bisa naik lebih dari 80%
dalam 1 tahun. Dan gembar-gembor orang yang kaya karena property membuat
komoditas ini makin banyak digunakan sebagai spekulasi.
Di
Indonesia sudah banyak yang mengingatkan hal ini. Khususnya karena di Jakarta
dan Bali kenaikan harga property sudah dianggap berada di atas harga wajar. Namun
di satu sisi ada juga yang menyangsikan karena itu hanya terjadi di 2 daerah,
tidak di tempat lain. Tapi kalau di lihat lagi, 2 daerah tadi termasuk daerah
penggerak ekonomi di Indonesia. Kalau mau mengingat lagi, krisis tahun 1998
juga dimulai di Jakarta sebagai awal.
Apakah
bubble property akan terjadi di Indonesia? Coba kita lihat sekeliling kita,
apakah harga yang ditawarkan untuk sebuah rumah sudah wajar? Apakah kenaikannya
tiap tahun realistis? Apakah komposisi seseorang membayar angsuran utang
KPR-nya ideal? Bila semua pertanyaan tadi jawabannya adalah 'tidak', mungkin
bubble yang pecah bisa juga terjadi di negara kita.
sumber : @kokiduit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar