Dunia
investasi kembali terkaget dengan pengumuman kenaikan BI Rate sebesar 25 basis
point. So sekarang BI Rate kita adalah 7,5%. Ada yang bilang angka ini tinggi,
tapi ada juga yang bilang angka ini rendah (karena katanya masih bisa naik
lagi!!!). Sebelum ngobrol jauh, kita bahas sedikit mengenai BI Rate ya, dan apa
pengaruhnya.
BI Rate
dulu namanya adalah SBI atau Sertifikat Bank Indonesia. Sederhananya BI Rate
adalah Obligasi atau Surat Utang yang dikeluarkan BI sebagai sarana investasi
investor. Nah karena dikeluarkan BI atau bisa disebut sebagai negara maka
risikonya bisa disebut sangat rendah.
Kalau SBI
tadi dijadikan tempat investasi oleh Bank, maka artinya uang simpanan kita akan
dibelikan SBI oleh Bank. Karena Bank juga butuh untung, maka pasti dia akan
menjual produknya ke kita dengan harga sedikit lebih rendah dari SBI. Jadi
kalau SBI katakan 7,5% maka Bank akan menjual produk depositonya dengan bunga
7%. Jadi Bank masih ada untung 0,5%.
Sejak 2005
SBI berubah sebutannya menjadi BI Rate. Yang biasanya ditentukan besarannya
sebulan sekali. Nah apa dampaknya kalau BI Rate naik tinggi? Maka Bank akan
lebih banyak meletakkan dana nasabahnya di SBI, akibatnya kredit berkurang,
selain dananya berkurang, juga karena orang juga malas ambil kredit akibat
bunga yang tinggi.
Jadi bisa
dikatakan dengan kenaikan BI Rate maka ekonomi akan melambat. Tapi oke lah.
Cukup kenalannya dengan BI Rate, sekarang kita kembali ke topik awal.
Dengan
naiknya BI Rate, investasi jenis lain akan menurun. Produk yang paling
berdampak adalah Obligasi dan Saham. Obligasi karena jangka waktu yang lebih
lama dari SBI, Saham karena risikonya jauh lebih tinggi dari SBI. Jadi kalau
kita lihat bagaimana IHSG dalam beberapa hari belakang, bisa terlihat dampaknya
karena IHSG kita merah.
Penurunan
terjadi di sebagian besar Saham dan mengakibatkan beberapa investor merasakan
kerugian. Ada yang sudah ambil posisi rugi, tapi ada juga yang masih
"nyangkut" di harga tinggi. Dampak lanjutan dari penurunan investasi
ini adalah turunnya juga nilai produk turunannya seperti Reksadana. Walaupun
mungkin tidak tinggi, tapi harus dipersiapkan. Bila MI telat ambil keputusan
bisa terus merah harganya.
So apa
yang harus kita lakukan dengan keadaan ini? Apakah lepas investasi dan kembali
ke produk Bank?
Satu hal
yang harus tetap kita pegang dalam investasi adalah fokus ke tujuan yang akan
kita capai. Namun bukan berarti juga kita konyol dengan pasrah tanpa ada dasar
untuk tetap stay di produk, atau lepas bila memang tidak prospektif.
Bagaimana
kita menilai apakah pasar masih layak untuk kita pertahankan? Salah satu cara
termudah adalah dengan membaca data historis yang sudah ada.
BI Rate
naik katanya karena defisit perdagangan kita minus. Tapi sebenarnya itu bukan
alasan, sebab sepanjang sejarah, kita sangat jarang bisa surplus apalagi 5
tahun belakangan.
Data lain,
sebagian besar negara juga mengalami defisit yang sama dengan kita, tapi tetap
bisa tumbuh. So data ini tidak harus memberatkan kita.
Alasan
lain adalah Pemilu 2014. Ini yang menarik, kita baru 2 kali mengadakan Pemilu
terbuka yaitu Pemilihan Langsung Anggota DPR & Presiden/Wakil. Nah data
historis memperlihatkan, saat Pemilu 2004 posisi BI Rate kita bukannya naik
tapi turun; artinya bunga di bulan Agustus 2014 lebih rendah dari Desember 2013.
Dan
menariknya lagi, 1 tahun setelah Pemilu; bunga terus turun. Dan mulai naik lagi
1 tahun menjelang Pemilu terjadi. Dan itu juga terjadi di Pemilu 2009.
Tahun 2002
SBI pernah mencapai 17.5%. Dan Desember 2013 turun ke 8.31% dan menjadi 7.43%
di Desember 2004. Lalu berada di 10.8% pada Desember 2008 dan menuju 6.7% di
Juli 2004.
Otomatis
kondisi ini juga diikuti dengan Pasar Saham. Di bawah 700 pada November 2003
dan di atas 700 di Juli 2004. Bahkan di Desember 2006 melonjak di atas 1600. Lalu
di bawah 2500 di Juli 2008 dan 2500 di Juli 2009 (ingat saat itu Amerika dan
dunia krisis, kita tetap naik). Bahkan melonjak mendekati 4500 pada Januari
2012. So kesimpulannya, mendekati Pemilu biasanya Rate akan turun dan Pasar
Saham akan naik.
Setelah
pemilu, pasar bahkan naik tinggi khususnya 1 tahun setelah Pemilu berhasil
dilaksanakan. So yang punya Saham atau 35 Saham; tidak perlu takut.
Mengurangi
portofolionya boleh, tapi menghapusnya sebaiknya jangan. Sebab historis
memperlihatkan bahkan Pemilu pun tidak membuat pasar kita turun. Jadi tetaplah
invest dan fokus dengan tujuan kita. Happy invest and be the happiest investor
:)
sumber : @kokiduit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar