Harga yang tidak terkendali, kemudahan mengambil morgate (seperti KPR disini) menjadikan pembelian rumah bukan untuk milik tapi spekulasi. Belum lagi perkembangan instrumen keuangan yang menjadikan aset pinjaman tadi menjadi komoditi yang bisa diperjual belikan. Hal ini menjadikan harga tidak terkendali, dan harga pasar tidak lagi menggambarkan nilai wajar atau valuasi sebenarnya.
Sama seperti balon yang pecah hanya karena tusukan 1 jarum, pecahnya bubble property juga dimulai dari 1 masalah kecil. Contoh, karena harga property tinggi, orang mengambil utang untuk memilikinya. Seringkali pembelian bukan karena butuh tapi spekulasi untuk dijual lagi kalau harga tinggi. Sehingga banyak orang memiliki rumah 2 sampai 3 buah bahkan lebih untuk spekulasi ini.
Kenapa mereka berani? Karena yakin harga akan naik terus dan akan selalu ada yang butuh property. Karena property yang dimiliki bukan yang dibutuhkan, saat mereka kesulitan keuangan maka yang dilakukan adalah biarkan macet atau menjual murah agar pinjaman pindah ke orang lain.
Masalahnya terjadi ketika supply terlalu banyak, maka semua orang berpikiran sama, kalau tidak bisa bayar biar macet atau jual murah. Akibatnya bank kehilangan pemasukan dan pengembalian, likuiditas jadi ketat dan ekonomi jadi tidak bergerak. Likuiditas ketat maka pembelanjaan menjadi berkurang, pembelanjaan berkurang maka bisnis tidak berjalan.
Bisnis tidak berjalan akibatnya adalah pengangguran, pengangguran tinggi berarti tidak ada gaji. Tidak ada gaji maka tidak bisa bayar KPR, begitu seterusnya sehingga terlihat seperti di Amerika, ekonominya krisis. Hal ini sudah mulai di takuti oleh negara China.
Beberapa waktu lalu mereka membatasi pembelian property, mengenakan pajak tinggi untuk property kedua, dst. FYI, di beberapa daerah tertentu di China, harga property bisa naik lebih dari 80% dalam 1 tahun. Dan gembar-gembor orang yang kaya karena property membuat komoditas ini makin banyak digunakan sebagai spekulasi.
Di Indonesia sudah banyak yang mengingatkan hal ini. Khususnya karena di Jakarta dan Bali kenaikan harga property sudah dianggap berada di atas harga wajar. Namun di satu sisi ada juga yang menyangsikan karena itu hanya terjadi di 2 daerah, tidak di tempat lain. Tapi kalau di lihat lagi, 2 daerah tadi termasuk daerah penggerak ekonomi di Indonesia.
Kalau mau mengingat lagi, krisis tahun 1998 juga dimulai di Jakarta sebagai awal. Apakah bubble property akan terjadi di Indonesia? Coba kita lihat sekeliling kita, apakah harga yang ditawarkan untuk sebuah rumah sudah wajar? Apakah kenaikannya tiap tahun realistis? Apakah komposisi seseorang membayar angsuran utang KPR-nya ideal? Bila semua pertanyaan tadi jawabannya adalah 'tidak', mungkin bubble yang pecah bisa juga terjadi di negara kita.
sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar