Minggu, 07 Juni 2015

Kreatif atau Nakal

Setiap keluarga punya kriteria sendiri tentang keberhasilannya mendidik anak dalam aspek pendidikan. Ada yang menganggap sukses mendidik anak apabila anaknya mendapat ranking di sekolah. Sementara kalau di keluarga yang lain, ukarannya bukan ranking tetapi berapa banyak jumlah teman baiknya dan keaktifan anak di organisasi sekolah.

Namun, apabila ternyata anak mendapat ranking, itu adalah bonus. Selain itu,sang ayah selalu menekankan pentingnya kejujuran dan menjauhi nyontek. Nilai besar tapi nyontek itu aib bagi keluarga. Keluarga juga menekankan pentingnya kedekatan dan ketundukan dengan guru. Walau tentu bukan “tunduk” buta dan tak berani kritis terhadap gurunya.

Keluarga ingin anaknya enjoy di sekolah dan tak kehilangan kreativitasnya. Sebab, kreativitas itu merupakan ciri utama dunia anak-anak. Jauhi stempel kata “nakal” atau “bandel” kepada anak-anak yang kreatif. Kalaupun anak yang kreatif itu memang bandel atau nakal tugas guru dan orang tua mengarahkannya bukan sering memarahinya.

Dikisahkan, seorang anak yang konon katanya bandel terlambat datang ke sekolah. “Kenapa kamu terlambat?” tanya gurunya. Murid itu menjawab, “Saya kecopetan, bu.” Dengan perasaan khawatir guru itu kemudian bertanya, “Kamu tidak apa-apa, kan?” Murid itu menjawab, “Alhamdulillah, gak apa-apa, bu. Saya baik-baik saja.” Guru bertanya lagi, “Apa yang dicopet?” Dengan cepat murid itu menjawab, “Semua buku PR, bu.”

Setelah pelajaran dimulai, anak yang dicap bandel bernama Wawan itu ditanya oleh gurunya, “Wawan dimana letak paru-paru?” Murid itupun menjawab, “Tidak tahu, bu.” Guru itu jengkel dan menghardik, “Bodoh kamu, keluar!” Maka, dengan buru-buru Wawan keluar. Tidak berapa lama kemudian, Wawan masuk kelas dengan berkata, “Bu, di luar juga tidak ada paru-paru.”

Ternyata bukan hanya Wawan yang tidak mengerti pelajaran, murid-murid yang lainpun banyak yang tidak tahu. Minggu depannya, guru itu menguji murid-muridnya, “Ada yang ingat pelajaran minggu lalu?” Suasana kelas menjadi hening. Kembali guru itu bertanya kepada Wawan, “Hei Wawan, kamu masih ingat?” Dengan tenang Wawan menjawab, “Sudahlah bu, yang lalu biarlah berlalu.”

Hehehe… Anak-anak adalah calon pewaris negeri ini. Mari bimbing dan arahkan anak-anak dengan suka cita dan bibir tersenyum. Setuju?
sumber: www.jamilazzaini.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar