Setiap keluarga punya kriteria sendiri tentang keberhasilannya
mendidik anak dalam aspek pendidikan. Ada yang menganggap sukses
mendidik anak apabila anaknya mendapat ranking di sekolah. Sementara
kalau di keluarga yang lain, ukarannya bukan ranking tetapi berapa banyak
jumlah teman baiknya dan keaktifan anak di organisasi sekolah.
Namun, apabila ternyata anak mendapat ranking, itu adalah bonus.
Selain itu,sang ayah selalu menekankan pentingnya kejujuran dan menjauhi
nyontek. Nilai besar tapi nyontek itu aib bagi keluarga. Keluarga juga
menekankan pentingnya kedekatan dan ketundukan dengan guru. Walau tentu
bukan “tunduk” buta dan tak berani kritis terhadap gurunya.
Keluarga ingin anaknya enjoy di sekolah dan tak kehilangan
kreativitasnya. Sebab, kreativitas itu merupakan ciri utama dunia
anak-anak. Jauhi stempel kata “nakal” atau “bandel” kepada anak-anak
yang kreatif. Kalaupun anak yang kreatif itu memang bandel atau nakal
tugas guru dan orang tua mengarahkannya bukan sering memarahinya.
Dikisahkan, seorang anak yang konon katanya bandel terlambat datang
ke sekolah. “Kenapa kamu terlambat?” tanya gurunya. Murid itu menjawab,
“Saya kecopetan, bu.” Dengan perasaan khawatir guru itu kemudian
bertanya, “Kamu tidak apa-apa, kan?” Murid itu menjawab, “Alhamdulillah,
gak apa-apa, bu. Saya baik-baik saja.” Guru bertanya lagi, “Apa yang
dicopet?” Dengan cepat murid itu menjawab, “Semua buku PR, bu.”
Setelah pelajaran dimulai, anak yang dicap bandel bernama Wawan itu
ditanya oleh gurunya, “Wawan dimana letak paru-paru?” Murid itupun
menjawab, “Tidak tahu, bu.” Guru itu jengkel dan menghardik, “Bodoh
kamu, keluar!” Maka, dengan buru-buru Wawan keluar. Tidak berapa lama
kemudian, Wawan masuk kelas dengan berkata, “Bu, di luar juga tidak ada
paru-paru.”
Ternyata bukan hanya Wawan yang tidak mengerti pelajaran, murid-murid
yang lainpun banyak yang tidak tahu. Minggu depannya, guru itu menguji
murid-muridnya, “Ada yang ingat pelajaran minggu lalu?” Suasana kelas
menjadi hening. Kembali guru itu bertanya kepada Wawan, “Hei Wawan, kamu
masih ingat?” Dengan tenang Wawan menjawab, “Sudahlah bu, yang lalu
biarlah berlalu.”
Hehehe… Anak-anak adalah calon pewaris negeri ini. Mari bimbing dan
arahkan anak-anak dengan suka cita dan bibir tersenyum. Setuju?
sumber: www.jamilazzaini.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar